Selasa, 30 Januari 2018

SISTEM MOTASU (PERLADANGAN) PADA SUKU MORONENE SULAWESI TENGGARA

A.    Pendahuluan
Bangsa Indonesia yang bersifat multi etnis, suku, ras, dan agama tentu saja juga kaya akan kekayaan alam yang melimpah, tetapi juga kaya akan kebudayaan dan adat istiadat yang berbeda antara daerah yang satu dan daerah yang lainnya. Keanekaragaman kebudayaan dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa yang ada adalah merupakan khazanah dalam memperkaya kebudayaan nasional.
Selain itu juga Indonesia sebagai negara berkembang, berkepentingan dengan pembangunan dan mengolah Sumber Daya Alam (SDA) yang ada seperti tanah, air, dan hutan, baik yang terdapat di dasar lautan maupun yang ada di perut bumi, untuk dijadikan sebagai bahan baku untuk komoditas ekspor, industry atau langsung dikonsumsi, utamanya tanaman pangan yang berfungsi sebagai bahan sumber makanan pokok yakni tanaman padi khususnya padi ladang. Karena ketersediaan sumber daya alam di Indonesia sehingga mendorong masyarakatnya melakukan kegiatan/aktivitas.
Aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya berawal sejak adanya manusia di muka bumi ini. Faktor yang mendorong dan usaha untuk memenuhi kebutuhannya adalah faktor alamiah, dorongan-dorongan ini terlihat dari aktivitas manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhannya, mempertahnkan, dan mengembangkan diri maupun kelompoknya. Pemenuhuan kebutuhan manusia tersebut berbentuk hasrat, kehendak, dan kemauan, baik dari manusia itu secara pribadi maupun dalam bentuk kelompok sosial.
Manusia merupakan pelaku yang mengolah alam sehingga dapat menjadi bermanfaat, akan tetapi ekologi lingkungan dimana manusia itu berada juga menjadi faktor yang sangat berperan di dalam usaha untuk memenuhi kebutuhannya. Alam lingkungan menjadi alternatif yang dapat digunakan sebagai tempat berusaha untuk memenuhi kebutuhannya.
Oleh karena itu pada zaman pembangunan dan kepesatan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, nilai-niai lama seperti halnya proses pelaksanaan berladang berpindah-pindah yang dianggap penting dan menjadi acuan masyarakat terdahulu, kini tidak menghilang di dalam Suku Moronene di Desa Pomontoro.
Meskipun berbagai bentuk penemuan baru di bidang teknologi pertanian yang berguna dalam mempertahankan dan meningkatkan produksi pertanian tersebut, namun ternyata belum sepenuhnya dapat menggeser seluruh tata cara pertanian tradisional dari setiap suku bangsa yang ada di Indonesia termasuk pada suku Moronene khusunya yang berada di Desa Pomotoro. Hal ini dapat dimaklumi karena tata cara pertanian tradisional suatu suku bangsa telah diwariskan oleh leluhur melalui proses sosialisasi dari generasi ke generasi.
Pembangunan pertanian melalui kegiatan berladang itu sendiri, memiliki nilai-nilai yang cukup penting sehingga dalam proses pelaksanaannya masih banyak masyarakat yang melakukannya dengan cara berdasarkan tradisi, biasanya kita jumpai pada masyarakat Suku Moronene.
Kegiatan berladang berpindah-pindah pada suku Moronene disebut dengan kegiatan motasu, yaitu suatu kegiatan masyarakat yang mengelola hutan untuk keperluan menanam padi ladang dalam rangka memenuhi kebutuhan masa depan keluarga dari para petani, kegiatan yang dilakukan mulai dari membuka/membersihkan lahan untuk berladang, menabur benih, mencegah tanaman dari serangan hama, pemanenan, sampai pada hasill panen disimpan di lumbung/tempat penyimpanan tradisional.
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti masalah yang berkaitan dengan sistem motasu (berladang) yang dilakukan oleh masyarakat suku Moronene, dan sebagai salah satu upaya untuk melestarikan kebudayaan dari suku Moronene yang sudah mulai luput dari perhatian generasi muda sekarang ini.
B.     Latar Belakang Sistem Motasu
Kemampuan manusia untuk menggunakan akal pikirannya secara aktif dalam menanggapi berbagai tantangan dalam usaha untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya merupakan modal utama bagi pengembangan kemampuan manusia dalam mengembangkan peralatan dan tata cara penggunaannya sebagai penyambung keterbatasan jasmaninya.
Berladang berpindah-pindah merupakan cara bertani dengan memanfaatkan hutan, yang diolah untuk digunakan sebagai areal kegiatan berladang agar dapat memberikan hasil bagi petani. Berladang berpindah-pindah pada suku Moronene disebut dengan motasu, yaitu suatu kegiatan masyarakat yang mengelola hutan untuk keperluan menanam padi ladang dalam rangka memenuhi kebutuhan masa depan keluarga dari para petani, kegiatan yang dilakukan mulai dari membuka/membersihkan lahan untuk berladang, menabur benih, mencegah tanaman dari serangan hama, pemanenan, sampai pada hasill panen disimpan di lumbung/tempat penyimpanan tradisional.
Adapun faktor-faktor penyebab masyarakat Desa Pomontor melakukan kegiatan berladang berpindah-pindah adalah sebagai berikut:
1.      Faktor Budaya
Budaya sifatnya sudah turun-temurun melalui proses sosialisasi dari generasi-ke generasi, kegiatan berladang (motasu) dilakukan berdasarkan tradisi yang masyarakat yakini. Tradisi memperlihatkan bagaimana anggota masyarakat bertingkah laku, baik dalam kehidupan bersifat duniawi maupun terhadap hal-hal yang bersifat gaib atau keagamaan.
Tradisi berlaku untuk semua aspek kegiatan termasuk kegiatan pertanian/berladang, dalam masyarakat suku Moronene yang cenderung hidup sebagai masyarakat agraris, tentunya akan menjadi tradisi atau kebiasaan-kebiasaan yang menjadi budaya dalam bercocok tanam seperti berladang.
2.      Keadaan Tanah
Desa Pomontoro memiliki tanah yang subur, tanahnya bertekstur liat, berdebu halus sampai kasar dengan pH 4,0 - 8,0 merupakan salah satu kriteria potensi untuk menanam padi ladang (Sumber: BPP Kecamatan Mataoleo).
3.      Keadaan Wilayah
Wilayah Desa Pomontoro yang berupa perbukitan sehngga kegiatan/aktifitas penduduknya bersifat agraris selain itu juga masih luasnya wilayah yang berupa hutan dan padang rumput sebagai tempat untuk menanam padi ladang. Mayoritas masyarakat Desa Pomontoro melakukan kegiatan berladang (motasu), varietas padi ladang dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sampai ketinggian 1300 meter dari permukaan laut.
4.      Iklim
Faktor iklim juga dapat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan padi ladang. Fase untuk pertumbuhan padi ladang membutuhkan suhu optimum 15O  - 30O C, selain itu juga pertumbuhan padi ladang dipengaruhi oleh curah hujan yang berkisar 600-1200 mm/tahun, kelembaban tanah, temperatu, cahaya matahari dan angin (Deptan, 1983).
Bila menjelang masuknya musim kemarau, petani melakukan kegiatan mencari lahan yang subur untuk dijadikan lahan perladangan, bagi masyarakat yang tidak membuka lahan pada setiap tahun, maka mereka mempunyai beban psikologis sehingga masyarakat sekitarnya menganggapnya sebagai orang yang malas.
5.      Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat Desa Pomontoro masih tergolong sangat rendah, hal ini juga dipengaruhi oleh kurangnya sarana dan prasarana pendidikan yang ada di Desa Pomontoro, selain itu kurangnya informasi yang didapatkan masyarakat Desa Pomontoro terhadap pengembangan berbagai jenis tanaman lain yang dapat meningkatkan taraf hidup bagi petani, hal ini dipengaruhi Desa Pomontoro dengan Desa atau daerah lain memiliki jarak yang cukup jauh dan akses jalannya sangat memprihatinkan.
Berdasarkan faktor-faktor yang dikemukakan di atas maka kegiatan berladang berpindah-pindah massih tetap dipertahankan oleh masyarakat suku Moronene, selain itu sebagai salah satu upaya untuk mengatasi atau memenuhi kebutuhan hidup bagi petani dan keluarganya.
C.    Proses Pelaksanaan Motasu pada Suku Moronene
Dalam melakukan kegiatan berladang berpindah-pindah sebelum mengolah lahan terlebih dahulu para petani memilih lokasi atau daerah yang berada di pinggiran sungai yaitu sungai hambawa, hal ini disebabkan karena lokasi tersebut dekat dengan sumber air sehingga kebutuhan akan air dapat terpenuhi dengan baik.
Adapun tahap-tahap kegiatan berladang adalah sebagai berikut:
1.      Peninjauan Lokasi
Peninjauan lokasi dalam suku moronene disebut dengan momo wita. Proses untuk meninjau lokasi yang akan dijadikan lahan berladang biasanya dilakukan secara berkelompok dan bisa juga dilakukan secara perorangan. Menurut Jupri (informan) tahapan peninjauan lokasi yang dilakukan oleh petani di Desa Pomontoro dimaksudkan untuk melihat kondisi lahan dari berbagai aspek yakni:
a.       Apakah lokasi yang dijadikan ladang merupakan lokasi larangan atau keramat, yang jika dianggap keramat atau larangan maka tidak akan dilakukan pembukaan lahan. Lokasi yang dikeramatkan biasanya terdiri dari lokasi perkeburan para leluhur mereka, mata air, atau tempat peristirahatan hewan.
b.      Apakah lokasi yang dijadikan ladang lokasinya masih subur. Lokasi yang kurang subur biasanya ditandai oleh tanahnya yang berwarna kuning dan tanahnya terlalu berpasir.
c.       Apakah lokasi yang dijadikan ladang telah ada yang memiliki atau mengolahnya terlebih dahulu.
2.      Pengolahan Lahan
Setelah dilakukan penebangan maka dilaksanakan upacara mobelai yaitu upacara adat yang dilakukan pada saat masyarakat mulai menanam padi dengan tujuan agar tanaman padi ladang terhindar dari berbagai hama penyakit dan gangguan lain yang dapat merusak tanaman.
Upacara mobelai dilakukan oleh tompuroo (dukun padi), di suatu lahan perladangan dan disitulah tumporoo membacakan mantera-mantera atau doa-doa untuk memohon kepada dewi padi (sanggoleo mpae) agar tanaman yang ditanam oleh petani dapt berhasil dengan baik dan melimpah.
3.      Pembuatan Pagar
Setelah lahan yang diolah para petani telah bersih dari berbagai macam kayu-kayu dan rumput-rumputan, maka pembuatan pagar segera dimulai. Pada suku Moronene pembuatan pagar disebut dengan mewalla yang berfungsi melindungi tanaman padi ladang dari serangan hama.
4.      Mempersiapkan Benih
Proses mempersiapkan benih pada suku Moronene disebut mompososadia polongo. Benih yang digunakan adalah varietas lokal yaitu beras merah (pae gima) dan beras ketan hitam (pae dai molori), selain itu benih yang disiapkan oleh para petani adalah benih yang berisi agar dapat tumbuh dengan baik dan petani mendapat hasil panen yang maksimal.
5.      Menanam
Menanam/menugal padi ladang pada suku moronene disebut dengan  motasu. Waktu penanaman padi ladang harus diperhitungkan secara cermat agar produksi tanaman padi ladang dapat meningkat terutama dalam hubungannya dengan ketersediaan hujan, karena air hujan memiliki ciri-ciri khas yang tidak  teratur, baik jumlah maupun distribusiya dalam kurun waktu satu tahun. Oleh karena itu waktu penanaman padi ladang harus diperhitungkan dengan curah hujan, karena lahan kering tidak memiliki sumber air tanah yang mudah dikelola.
6.      Pengendalian Hama
Pengendalian hama pada suku moronene disebut (mondaka pae), yaitu  kegiatan yang dilakukan para petani untuk menjaga tanamannya dari gangguan hama. Dalam pengendalian hama, petani biasanya menggunakan cara-cara tradisional antara lain membuat:
a.       Wokeo: jerat yang dibuat dari bambu yang runcing dan ditempatkan dimana hama babi (wawi) dapat memasuki ladang.
b.      Lompa-lompa: suatu alat yang akan menimbulkan bunyi jika ditarik, alat ini dibuat dari bambu yang telah dibelah dan diikatkan kaleng-kaleng bekas serta diberi tali sebagai alat penarik.
7.      Memanen
Dalam bahasa moronene, memanen disebut pongkatua. Kegiatan ini dilakukan pada saat padi ladang telah menguning, gabah berisi dan keras, proses pemanenan ini dilakukan secara gotong royong (meliuha) dengan menggunakan arit. Kegiatan ini merupakan kegiatan akhir dari penanaman padi ladang.
Apabila tahapan-tahapan sudah dilakukan sampai pada pemanenan, setelah panen merata maka dilaksanakan pesta panen (mewuwusoi). Pesta panen merupakan suatu upacara syukuran, dimana seluruh warga (kelompok tani) telah mendapatkan hasil panen dengan baik. Proses upacara “mewuwusoi” diawali dengan acara mandi-mandi di laut atau sungai yang hanya dilaksanakan oleh anak dukun padi (klik) dan disertai dengan pembacaan doa-doa oleh dukun padi. Setelah mandi-mandi mereka kembali ke rumah untuk melanjutkan acar doa ucapan syukur yang disebut mesuketi.



DAFTAR PUSTAKA

Deptan. 1983. Pedoman Bercocok Tanam Padi, Palawija, Sayur-sayuran. Jakarta: Satuan Pengendali Bimas
BPP Kecamatan Mataoleo. 2012. Bombana


1 komentar:

  1. Agen Togel Terpercaya dan Terbaik saat ini..
    Dapatkan Angka Mustika Ratu Nyi Roro Kidul Setiap Hari...
    Ambil Angka Hokimu Hari Ini
    Diskon hingga 65%... Tak Perlu Bayar Mahal!!!

    Dapatkan ID nya Sekarang Juga...Gratis pembuatan user ID..

    Menang Berapun DIbayar...Sudah Terbukti Kualitasnya...
    Masih Berani Coba-coba yang lain??

    Customer Service 24 Jam
    Hubungi Kami di :
    WA: +6287785425244

    BalasHapus