OLEH
HASBULLAH
PENDAHULUAN
Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang
dikehendaki. Namun banyak pula yang
beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di lingkungan kekuasaan negara atau tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh penguasa negara. Dalam beberapa
aspek kehidupan, manusia sering melakukan tindakan politik, baik politik dagang, budaya, sosial, maupun dalam aspek
kehidupan lainnya. Demikianlah politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public
goals) dan bukan tujuan pribadi seseorang (private goals). Politik menyangkut
kegiatan berbagai kelompok, termasuk partai
politik dan kegiatan-kegiatan serta
kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah.
kebijakan yang dilakukan sangat kompleks termasuk salah satu diantranya
adalah mengenai pelaksaanaan otonomi daerah.
Berbicara mengenai Otonomi daerah menjadi sesuatu yang disakralkan pasca Reformasi
1998, banyaknya perdebatan seputar otonomi daerah sebagai manifestasi dari
desentralisasi kekuasaan pemerintahan mendorong
Pemerintah untuk secara
sungguh‐sungguh merealisasikan konsep otonomi
daerah secara jujur, penuh kerelaan dan konsekuen mengingat wacana dan konsep
otonomi daerah memiliki sejarah yang sangat panjang seiring berdirinya Republik
ini. Menurut aspek yuridis formal, sejak pertama kali muncul dalam UU No. 1
tahun 1945 sampai dengan UU No. 5 tahun 1974, semangat otonomi daerah sudah kelihatan dan menjadi dasar hukum pelaksanaan pemerintahan di daerah. Hanya saja semangat para penyelenggara
pemerintahan masih jauh dari idealisme konsep otonomi daerah itu sendiri.
Bahasa yang digunakan juga belum seringkas dan
selugas otonomi daerah, masih seputar
bagaimana mengatur urusan rumah tangga (Marbun, 2005:45).
Langkah yang diambil pemerintah dalam merespon
tuntutan otonomi daerah tersebut
telah terkonstruksi dalam peraturan perundang – undangan yang
mengatur tentang otonomi
daerah antara lain UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Daerah, yang kemudian dilanjutkan dengan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Pemerintah pusat memberikan keleluasaan kepada
masyarakatnya untuk mengelola dan memanajemen
potensi yang dimiliki masing-masing
daerah yang diwadahi oleh pemerintah daerah. Akan tetapi terlepas dari pandangan tersebut
ternyata pelaksaanaan Otonomi daerah menimbulkan
berbagai polemic dan problematika baru dalam sistim politik
Indonesia
A.
Konsep dan Landasan
Otonomi Daerah
Otonomi daerah adalah merupakan
bentuk reaksi dari pemerintahan yang sentralistik yang sebelumnya diterapakan
masa orde baru yang pada ahirnya menimbulkan banyak ketimpangan dan
penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan.penyelewengan itu sendiri dapat dilihat
dengan peningkatan korupsi dan model kepemimpinan yang otoriter.Selain itu pula
otonomi daerah adalah dasar kebangkitan reformasi dalam era demokrasi,sehingga
melihat dari definisi Otonomi daerah yang diartikan
sebagai kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan
pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan adalah sangat positif baik .Sejak diberlakukannya UU No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, banyak aspek positif yang diharapkan
dalam pemberlakuan Undang-Undang tersebut. Termasuk diharapkannya penerapan
otonomi daerah karena kehidupan berbangsa dan bernegara selama ini sangat
terpusat di jakarta. Sementara itu pembangunan di beberapa wilayah lain
dilalaikan. Disamping itu pembagian kekayaan secara tidak adil dan merata di
setiap daerahnya. Daerah-daerah yang memiliki sumber kekayaan alam yang
melimpah, seperti:Aceh, Riau, Irian Jaya (Papua), Kalimantan dan Sulawesi
ternyata tidak menerima perolehan dana yang patut dari pemerintah pusat serta
kesenjangan sosial antara satu daerah dengan daerah lain sangat mencolok.
Otonomi Daerah memang dapat membawa perubahan positif di daerah dalam hal
kewenangan daerah untuk mengatur diri sendiri. Kewenangan ini menjadi sebuah
impian karena sistem pemerintahan yang sentralistik cenderung menempatkan daerah
sebagai pelaku pembangunan yang tidak begitu penting atau sebagai pelaku
pinggiran. Tujuan pemberian otonomi kepada daerah sangat baik, yaitu untuk
memberdayakan daerah, termasuk masyarakatnya, mendorong prakarsa dan peran
serta masyarakat dalam proses pemerintahan dan pembangunan.
B.
Implementasi Otonomi Daerah Dibawah Tekanan
Politik
Dalam
UU No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5, pengertian otonomi daerah adalah hak,
wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Setelah berlakunya peraturan tersebut,
daerah diberi berbagai kewenangan untuk mengatur urusan rumah tangganya, hal
ini menimbulkan berbagai masalah timbul akibat kewenangan tersebut.
Permasalahan yang timbul antara lain:
a.
Kondisi SDM aparatur pemerintahan yang belum menunjang sepenuhnya
pelaksanaan otonomi daerah.
b.
Penyelenggaraan otonomi
daerah yang baik haruslah
didukung oleh kondisi SDM aparatur pemerintah yang memiliki kualitas yang cakap sehingga
dapat menjalankan berbagai kewenangan pemerintah daerah. Namun sayangnya hal ini cukup sulit untuk diwujudkan. Pentingnya posisi manusia karena
manusia merupakan unsur
dinamis dalam organisasi yang
bertindak/berfungsi sebagai subjek penggerak roda organisasi Pemerintahan. Oleh
sebab itu
kualitas mentalitas dan kapasitas manusia yang
kurang memadai dengan
sendirinya melahirkan impikasi yang kurang menguntungkan bagi
penyelenggaraan otonomi daerah. Manusia pelaksana Pemerintah daerah dapat di kelompokkan
menjadi:
c.
Pemerintah
daerah yang terdiri dari kepala daerah dan dewan perwakilan daerah (DPRD).
Dalam kenyataan syarat syarat yang di tentukan bagi seorang kepala
daerah belum cukup menjamin
tuntutan kualitas yang ada.
Selain tantangan diatas tantangan
yang lebih besar yaitu Bergesernya
Korupsi Dari Pusat
Ke Daerah. Korupsi yang awalnya terjadi pada Pemerintah pusat
bergeser ke daerah karena daerah diberikan wewenang sendiri dalam mengatur
keuangannya. Banyak pejabat daerah
yang masih mempunyai kebiasaan menghambur-hamburkan uang rakyat untuk ke
luar Negeri dengan
alasan studi banding. Otonomi
daerah memberikan kewenangan yang sangat penting bagi kepala daerah. Hal ini
juga menyebabkan adanya kedekatan pribadi antara kepala daerah dan pengusaha
yang ingin berinvestasi di daerah. Dengan begitu maka
akan terjadi pemerasan dan penyuapan.tantangan
yang tidak kalah pentingnya juga adalah Eksploitasi Pendapatan Daerah
Salah
satu konsekuensi otonomi
adalah kewenangan daerah yang
lebih besar dalam pengelolaan keuangannya, mulai dari proses pengumpulan
pendapatan sampai pada alokasi
pemanfaatan pendapatan daerah tersebut.
Dalam kewenangan semacam ini
sebenarnya sudah muncul inherent risk, risiko bawaan, bahwa daerah akan
melakukan upaya maksimalisasi, bukan
optimalisasi, perolehan pendapatan daerah. Upaya ini didorong oleh kenyataan
bahwa daerah harus mempunyai dana yang cukup untuk melakukan kegiatan, baik itu rutin maupun pembangunan.
Daerah harus membayar seluruh gaji
seluruh pegawai daerah, pegawai pusat yang statusnya dialihkan menjadi pegawai daerah, dan anggota legislatif daerah. Di samping itu
daerah juga dituntut untuk tetap menyelenggarakan
jasa-jasa publik dan kegiatan
pembangunan yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dengan alasan di atas,
biasanya Pemerintah daerah kemudian
berusaha mencari pendapatan
daerah sebanyak mungkin, seperti melalui pemungutan pajak, retribusi,
hingga eksploitasi daerah yang maksimal.
C.
Orientasi Otonomi Daerah Kontempore dan Tantangan di Masa
Mendatang
Seperti
dijelaskan sebelumnya bahwa Kebijakan
otonomi daerah lahir ditengah gejolak tuntutan berbagai daerah terhadap
berbagai kewenangan yang selama 20 tahun Pemerintahan Orde Baru menjalankan sistem sentralistiknya. UU No. 5 tahun 1974
tentang Pemerintahan
Daerah
yang kemudian disusul dengan UU No. 5 tahun 1979
tentang Pemerintahan
Desa
menjadi tiang utama tegaknya sentralisasi kekuasaan Orde Baru. Semua sistem
partisipasi dan prakarsa yang sebelumnya
tumbuh sebelum Orde Baru berkuasa, secara perlahan
dilumpuhkan dibawah kontrol kekuasaan. Stabilitas politik demi kelangsungan
investasi ekonomi (pertumbuhan) menjadi alasan pertama bagi Orde Baru untuk
mematahkan setiap gerak
prakarsa yang tumbuh dari rakyat. Paling
tidak ada dua faktor yang berperan kuat dalam mendorong lahirnya kebijakan otonomi
daerah berupa UU No. 22/1999. Pertama, faktor internal yang didorong oleh
berbagai protes atas kebijakan politik sentralisme di masa lalu. Kedua, adalah
faktor eksternal yang dipengaruhi oleh dorongan internasional terhadap
kepentingan investasi terutama untuk efisiensi dari biaya investasi yang tinggi
sebagai akibat korupsi dan rantai birokrasi yang panjang. Selama lima tahun pelaksanaan UU No. 22 tahun 1999, otonomi
daerah telah menjadi kebutuhan politik yang penting untuk memajukan kehidupan
demokrasi. Bukan hanya kenyataan bahwa masyarakat Indonesia sangat heterogen
dari segi perkembangan politiknya, namun juga otonomi sudah menjadi alasan bagi
tumbuhnya dinamika politik yang diharapkan
akan mendorong lahirnya prakarsa dan
keadilan. Walaupun ada upaya kritis bahwa otonomi daerah tetap dipahami sebagai jalan lurus
bagi eksploitasi dan investasi, namun
sebagai upaya membangun prakarsa (good will) penguasa, maka otonomi daerah
dapat menjadi jalan alternatif bagi tumbuhnya harapan bagi
kemajuan daerah.maka dengan demikian sudah
saatnya Pemerintahan
diuji kesungguhannya untuk
menjalankan amanat politik rakyat, termasuk komitmennya mengenai
pelaksanaan desentralisasi yang diwarnai dengan tarik ulur kepentingan pusat dan daerah
harus segera digantikan dengan penciptaan sistem Pemerintahan di tingkat lokal
yang demokratis.
Sehubungan
dengan itu, maka diperlukan upaya yang sistematis untuk melakukan evaluasi
menyeluruh terhadap pelaksanaan desentralisasi yang berlangsung selama ini.
Dibutuhkan indikator desentralisasi yang membuka ruang bagi masyarakat untuk
berpartisipasi dalam berbagai aktivitas politik di tingkat lokal (political equality),yang mengedepankan pelayanan kepada kepentingan
publik (local accountability), dan
meningkatkan akselerasi pembangunan sosial
ekonomi yang berbasis pada kebutuhan masyarakat setempat (local responsibility). Selain harus
tercermin dalam produk kebijakan, indikator-indikator itu juga harus
terimplementasi dalam praktek desentralisasi yang dijalankan oleh Pemerintahan
lokal.sedangkan
ditinjau dari segi implikasi dari otonomi itu sendiri dapat dilihat dari
berbagai aspek antara lain
a.
Bidang politik
kebijaksanaan
otonomi daerah yang baru membawa implikasi yang luas diantaranya
terhadap pembinaan birokrasi di daerah, sekalipun segala sesuatu yang menyangkut masalah
kepegawaian masih tetap menggunakan peraturan perundangan yang sudah ada, yaitu
Undang-Undang
Pokok
Kepegawaian
dan hal ini adalah implikasi dari kewenagan atau authority karena daerah mempunyai wewenang yang luas,
khususnya propinsi, kabupaten, dan kota untuk membuat perencanaan kepegawaian
yang sesuai dengan kebutuhan pada waktu tertentu. Demikian pula daerah mempunyai
kewenangan untuk melakukan pembinaan, pendidikan dan latihan bagi aparat penyelenggara
pemerintahan
b.
Bidang ekonomi
Sektor perekonomian sangat
sensitif apabila dihubungkan dengan proses otonomi daerah. Pembangunan ekonomi
suatu daerah seharusnya lebih baik apabila diselenggarakan dengan konsep
desentralisasi. Pembangunan ekonomi adalah suatu proses dimana suatu masyarakat menciptakan suatu lingkungan yang mempengaruhi hasil-hasil indikator ekonomi seperti
kenaikan kesempatan kerja. Lingkungan yang dimaksud sebagai sumber daya
perencanaan meliputi lingkungan fisik, peraturan dan perilaku (La Rianda, 1989)
Dalam proses pengembangan ekonomi
lokal, Pemerintah daerah bersama dengan organisasi berbasis masyarakat
mendorong dan merangsang kegiatan yang dapat meningkatkan aktivitas usaha serta
penciptaan lapangan pekerjaan. Dalam pelaksanaan otonomoi daerah, pembangunan
ekonomi lokal (PEL) memiliki pengaruh besar terhadap suatu daerah. Hal ini
tidak lain adalah untuk penguatan daya saing ekonomi lokal untuk pengembangan
ekonomi daerah. Kemandirian dalam melakukan kegitan ekonomi dapat menambah
pendapatan asli daerah (PAD), selain itu tingkat pemberdayaan masyarakat kecil
juga dapat terlaksana. Maka dari itu perlu adanya tata kelola ekonomi daerah supaya terbentuk otonomi daerah yang baik. Di negara kita
maupun di berbagai macam daerah sering meneriakkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas,
efisiensi, partisipasi yang tidak lain hanya menuju ke arah good governance.karena pada dasarnya Ciri utama suatu daerah yang mampu menjalankan otonomi daerah dapat dilihat dari
kemampuan daerah untuk membiayai pembangunan di daerahnya dengan tingkat
ketergantungan kepada Pemerintah pusat dengan proporsi yang sangat kecil.
Artinya kemandirian keuangan adalah hal yang paling diutamakan dalam
terwujudnya otonomi daerah. Dengan adanya kemandirian
tersebut, suatu daerah diharapkan mampu dalam pengumpulan PAD (Pendapatan Asli
Daerah) yang menjadi bagian terbesar dalam mobilisasi dana
penyelenggaraan Pemerintahan daerah dan sudah sewajarnya PAD dijadikan tolak
ukur dalam pelaksanaan otonomi daerah,akan tetapi
jika salah dikelola maka akan terjadi sebaliknya justru hanya akan
berdampak pada kerusakan lingkungan saja
dan meninggalkan kerugian bagi masyarakat di daerah itu sendiri
c. Bidang pendidikan
Desentralisasi
pendidikan secara konseptual dapat
dibedakan menjadi dua jenis yaitu, pertama desentralisasi kewenangan disektor
pendidikan dan kedua desentralisasi pendidikan dengan fokus
pada pemberian kewenangan yang lebih besar ditingkat sekolah. Konsep pertama
berkaitan dengan penyelenggaraan Pemerintah dari pusat ke daerah
sebagai wujud dari demokratisasi, kebijakaan yang dimaksud lebih pada kebijakaan pendidikan dan aspek
pendanaannya
dari Pemerintah pusat ke daerah. Pada konsep kedua lebih fokus
terhadap pemberian kewenangan yang lebih besar ditingkat manejemen sekolah
untuk meningkatkan kualitas pendidikannya.akan tetapi Adanya
desentralisasi pendidikan bukan berarti Pemerintah pusat lepas tangan atau
tidak mencampuri urusan pendidikan. Pemerintah pusat masih mempertahankan kewenangannya
dalam dunia pendidikan yang terdapat pada Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 25 tahun 2000 mengenai kewenangan Pemerintah dan kewenangan
provinsi sebagai daerah otonomi. Kewenangan tersebut diantaranya berhubungan
dengan standar kompetensi siswa serta pengaturan kurikulum nasional, standar
materi pelajaran pokok, gelar akademik, biaya penyelenggaraan pendidikan, benda
cagar budaya dan kalender akademik
d.
Pertahanan dan keamanan
Sekalipun pelaksanaan otonomi daerah pada dasarnya adalah
tetap menekankan kepada kesatuan RI
dalam pemberian hak dan kewajiban daerah
di dalam mengatur dan mengurus daerahnya sendiri secara mandiri dan berdiri
sendidri, namun bukan berarti membentuk negara dalam negara, akan tetapi di
dalam pelaksanaan otonomi daerah itu sendiri di sisi lain justru memberikan
ruang dan peluang terjadinya desintegrasi yang disebaban oleh adanya
keinginan-keinginan untuk memisahkan
diri dari NKRI. contohnya: GAM di Aceh, OPM di Papua. Selain itu pula dengan
pelaksanaan otonomi daerah itu justru menimbulkan konflik horisontal atau vertika
dalam masyarakat.
e.
Aspek sosial dan
budaya
Di tinjau dari aspek sosial bahwa pelaksanaan otonomi
daerah menimbulkan dampak sosial berupa GAP atau kesenjagan antara masyarakat
yang berada dalam wilayah yang memiliki sumber daya alam yang cukup dengan yang
berada di wilayah yang sumber daya alamnya kurang atau terbatas. Selain itu
pula bahwa pelaksanaan otonomi daerah yang beradah di bawah tekanan politik
berimplikasi pada meningkatnya budaya KKN.
D.
Langkah
Progresif Menjawab Tantangan Otonomi
Daerah Masa Reformasi
Mengingat bahwa
otonomi daerah sebagai langkah pemerintah yang positif dalam
upaya mewujudkan demokratissi namun selain damapak positif juga terdapat
dampak negative yang harus segera
direspon sejak dini maka Upaya Mengatasi Masalah Yang Terjadi Dalam Otonomi Daerah Pada Masa Reforma adalah sebagai berikut :
a.
Pemerintah pusat harus melaksanakan
otonomi daerah dengan penuh keikhlasan agar daerah dapat memperoleh hak untuk
mengolah sumber daya di daerah secara optimal.
b.
Bahwa tujuan dan semangat
yang melandasi otonomi daerah adalah hasrat untuk
menggali sendiri pendapatan daerahnya serta kewenangan untuk meningkatkan PAD
masing-masing daerah menuju peningkatan kesejahteraan masing-masing daerah
menuju peningkatan masyarakat daerah, oleh karena itu untuk mencegah
kondisi disintesif, pemda dalam rangka otonomi daerah perlu mengembangkan
strategi efesiensi dalam segala bidang.
c.
Untuk menopang pelaksanaan otonomi
daerah perlu dikembangkan ekonomi kerakyatan secara sistematis, mensinergikan
kegiatan lembaga/institusiriset pada PTN/PTS di daerah dengan industri kecil
menengah dan tradisional.
d.
Merekomendasikan kepada pemerintah
untuk memperbaiki dasar-dasar ekonomi yang sudah rapuh, dengan mengembangkan usaha kecil/menengah dan
koperasi menjadi lebih produktif serta berupaya terus untuk memberantas
kemiskinan structural.
e.
Memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam dengan baik supaya sumber kekayaan yang tersebut
dapat dimanfaatkan secara optimal dan secara lestari.
f.
Mendorong desentralisasi pembangunan daerah, mendayagunakan lembaga di daerah khususnya DPRD untuk
memiliki wewenang dan kemandirian dalam membuat produk hukum pembangunan di
daerah. Ketentuan-ketentuan yang menyangkut perizinan, pengelolaan,
pendayagunaan dan lain sebagainya yang berkaitan dengan masalah pembangunan
yang di rumuskan oleh DPRD dan pemerintah daerah.
Otonomi daerah adalah suatu keadaan yang memungkinkan
daerah dapat mengaktualisasikan segala potensi terbaik yang dimilikinya secara
optimal. Pemberian otonomi daerah adalah mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan,
pemberdayaan dan peran masyarakat serta
peningkatan daya saing daerah dengan
memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan
kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga pada hakikatnya tujuan otonomi daerah adalah untuk memberdayakan daerah dan
mensejahterakan rakyat.
Implementasi otonomi
daerah telah memasuki era baru setelah Pemerintah dan DPR
sepakat untuk mengesahkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah. Sejalan dengan
diberlakukannya undang-undang otonomi tersebut memberikan kewenangan
penyelenggaraan Pemerintah daerah yang lebih luas. Hal ini dapat
terlihat dari beberapa aspek, diantaranya adalah aspek politik, ekonomi dan pendidikan.
Dalam Desentralisasi politik adanya sebuah birokrasi yang muncul, dalam pendidikan otonomi daerah menempatkan sekolah sebagai garis depan
dalam berperilaku untuk mengelola pendidikan. Desentralisasi juga memberikan apresiasi terhadap perbedaan
kemampuan dan keberanekaragaman
kondisi daerah dan rakyatnya. Dalam bidang ekonomi diharapkan munculnya kemandirian dalam mengelola keuangan
daerah
Sumber litaratur
Kartika.2014. Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia.http//detik.com.diakses
9 maret 2014
Salam, D.
(2004). Otonomi Daerah, Dalam Perspektif Lingkungan, Nilai dan Sumber Daya.
Bandung: Djambatan.
Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar