Selasa, 13 Februari 2018

OTONOMI DAERAH DALAM TEKANAN EUFORIA POLITIK PASCA REFORMASI

OLEH
HASBULLAH


PENDAHULUAN
Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki. Namun  banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar  di lingkungan kekuasaan  negara atau tindakan-tindakan yang dilaksanakan  oleh  penguasa  negara.  Dalam  beberapa  aspek  kehidupan, manusia  sering  melakukan  tindakan  politik,  baik  politik  dagang, budaya, sosial, maupun dalam aspek kehidupan lainnya. Demikianlah politik selalu menyangkut  tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals) dan bukan tujuan pribadi seseorang (private goals). Politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok, termasuk  partai  politik dan kegiatan-kegiatan serta kebijakan-kebijakan yang dilakukan  pemerintah.  kebijakan yang dilakukan sangat kompleks termasuk  salah  satu  diantranya  adalah  mengenai  pelaksaanaan  otonomi  daerah.
Berbicara mengenai  Otonomi  daerah menjadi sesuatu yang disakralkan pasca Reformasi 1998, banyaknya perdebatan seputar otonomi daerah sebagai manifestasi dari desentralisasi kekuasaan pemerintahan  mendorong Pemerintah  untuk secara sungguhsungguh merealisasikan  konsep otonomi daerah secara jujur, penuh kerelaan dan konsekuen mengingat wacana dan konsep otonomi daerah memiliki  sejarah  yang  sangat  panjang seiring  berdirinya Republik ini. Menurut aspek yuridis formal, sejak pertama kali muncul dalam UU No. 1 tahun 1945 sampai dengan UU No. 5 tahun 1974, semangat otonomi daerah  sudah  kelihatan  dan menjadi  dasar  hukum  pelaksanaan  pemerintahan  di daerah. Hanya  saja  semangat  para penyelenggara pemerintahan masih jauh dari idealisme  konsep  otonomi  daerah itu sendiri. Bahasa yang  digunakan  juga belum  seringkas dan selugas  otonomi  daerah,  masih seputar bagaimana mengatur urusan rumah tangga  (Marbun, 2005:45).
Langkah  yang  diambil  pemerintah  dalam  merespon tuntutan  otonomi  daerah  tersebut  telah  terkonstruksi  dalam peraturan  perundang – undangan  yang  mengatur  tentang  otonomi  daerah  antara lain UU No. 22 Tahun  1999  tentang  Pemerintahan  Daerah  dan  UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan  Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang kemudian dilanjutkan  dengan  UU No.32 Tahun 2004 tentang  Pemerintahan  Daerah dan UU No.33  Tahun  2004 tentang  Perimbangan  Keuangan  antara  Pemerintah Pusat dan Daerah. Pemerintah  pusat memberikan keleluasaan kepada masyarakatnya untuk mengelola  dan  memanajemen  potensi yang  dimiliki  masing-masing  daerah yang  diwadahi  oleh pemerintah daerah. Akan  tetapi terlepas dari pandangan tersebut ternyata pelaksaanaan  Otonomi  daerah  menimbulkan  berbagai polemic  dan  problematika baru dalam sistim politik Indonesia
A.    Konsep dan Landasan Otonomi Daerah
Otonomi daerah adalah merupakan bentuk reaksi dari pemerintahan yang sentralistik yang sebelumnya diterapakan masa orde baru yang pada ahirnya menimbulkan banyak ketimpangan dan penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan.penyelewengan itu sendiri dapat dilihat dengan peningkatan korupsi dan model kepemimpinan yang otoriter.Selain itu pula otonomi daerah adalah dasar kebangkitan reformasi dalam era demokrasi,sehingga melihat dari definisi Otonomi daerah yang diartikan sebagai kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan adalah sangat positif baik .Sejak diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, banyak aspek positif yang diharapkan dalam pemberlakuan Undang-Undang tersebut. Termasuk diharapkannya penerapan otonomi daerah karena kehidupan berbangsa dan bernegara selama ini sangat terpusat di jakarta. Sementara itu pembangunan di beberapa wilayah lain dilalaikan. Disamping itu pembagian kekayaan secara tidak adil dan merata di setiap daerahnya. Daerah-daerah yang memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah, seperti:Aceh, Riau, Irian Jaya (Papua), Kalimantan dan Sulawesi ternyata tidak menerima perolehan dana yang patut dari pemerintah pusat serta kesenjangan sosial antara satu daerah dengan daerah lain sangat mencolok.
Otonomi Daerah memang dapat membawa perubahan positif di daerah dalam hal kewenangan daerah untuk mengatur diri sendiri. Kewenangan ini menjadi sebuah impian karena sistem pemerintahan yang sentralistik cenderung menempatkan daerah sebagai pelaku pembangunan yang tidak begitu penting atau sebagai pelaku pinggiran. Tujuan pemberian otonomi kepada daerah sangat baik, yaitu untuk memberdayakan daerah, termasuk masyarakatnya, mendorong prakarsa dan peran serta masyarakat dalam proses pemerintahan dan pembangunan.

B.      Implementasi Otonomi Daerah Dibawah Tekanan Politik
Dalam UU No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5, pengertian otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri  urusan  Pemerintah  dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Setelah berlakunya peraturan tersebut, daerah diberi berbagai kewenangan untuk mengatur urusan rumah tangganya, hal ini menimbulkan berbagai masalah timbul akibat kewenangan tersebut. Permasalahan yang timbul antara lain:
a.      Kondisi SDM  aparatur  pemerintahan yang belum menunjang sepenuhnya pelaksanaan  otonomi daerah.
b.      Penyelenggaraan  otonomi  daerah  yang baik haruslah didukung oleh kondisi SDM aparatur pemerintah yang memiliki kualitas yang cakap sehingga dapat menjalankan berbagai kewenangan pemerintah daerah. Namun sayangnya hal ini cukup sulit  untuk diwujudkan. Pentingnya posisi manusia  karena  manusia  merupakan  unsur  dinamis  dalam organisasi yang bertindak/berfungsi sebagai subjek penggerak roda organisasi Pemerintahan. Oleh sebab itu kualitas mentalitas dan kapasitas manusia yang  kurang  memadai dengan sendirinya  melahirkan  impikasi yang kurang menguntungkan bagi penyelenggaraan otonomi daerah. Manusia pelaksana Pemerintah daerah dapat di kelompokkan menjadi:
c.       Pemerintah daerah yang terdiri dari kepala daerah dan dewan perwakilan daerah (DPRD). Dalam kenyataan syarat syarat yang di tentukan bagi seorang  kepala  daerah  belum cukup  menjamin  tuntutan  kualitas yang ada.
Selain tantangan diatas tantangan yang lebih besar yaitu Bergesernya Korupsi Dari Pusat
Ke Daerah. Korupsi  yang awalnya terjadi pada Pemerintah pusat bergeser ke daerah karena daerah diberikan wewenang sendiri dalam mengatur keuangannya. Banyak  pejabat  daerah  yang masih mempunyai kebiasaan menghambur-hamburkan uang rakyat untuk ke luar Negeri dengan alasan studi banding. Otonomi daerah memberikan kewenangan yang sangat penting bagi kepala daerah. Hal ini juga menyebabkan adanya kedekatan pribadi antara kepala daerah dan pengusaha yang ingin berinvestasi di daerah. Dengan begitu  maka  akan  terjadi pemerasan dan penyuapan.tantangan yang tidak kalah pentingnya juga adalah Eksploitasi Pendapatan Daerah
Salah satu  konsekuensi  otonomi  adalah  kewenangan daerah yang lebih besar dalam pengelolaan keuangannya, mulai dari proses pengumpulan pendapatan sampai pada  alokasi pemanfaatan  pendapatan daerah tersebut. Dalam kewenangan  semacam  ini  sebenarnya sudah  muncul inherent risk, risiko bawaan, bahwa  daerah  akan  melakukan upaya maksimalisasi, bukan optimalisasi, perolehan pendapatan daerah. Upaya ini didorong oleh kenyataan bahwa  daerah harus  mempunyai dana yang cukup untuk  melakukan kegiatan, baik itu rutin  maupun  pembangunan. Daerah harus  membayar seluruh gaji seluruh pegawai daerah, pegawai pusat yang  statusnya  dialihkan  menjadi pegawai daerah, dan  anggota legislatif daerah. Di samping itu daerah  juga dituntut untuk  tetap  menyelenggarakan  jasa-jasa publik dan kegiatan pembangunan yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dengan alasan di atas, biasanya Pemerintah daerah kemudian  berusaha mencari pendapatan  daerah sebanyak mungkin, seperti melalui pemungutan pajak, retribusi, hingga eksploitasi daerah yang maksimal.

C.      Orientasi Otonomi Daerah Kontempore dan Tantangan di Masa Mendatang
Seperti dijelaskan  sebelumnya bahwa Kebijakan otonomi daerah lahir ditengah gejolak tuntutan berbagai daerah terhadap berbagai kewenangan yang selama 20 tahun Pemerintahan Orde  Baru menjalankan  sistem sentralistiknya. UU No. 5 tahun 1974 tentang  Pemerintahan Daerah yang kemudian disusul dengan UU No. 5 tahun 1979 tentang  Pemerintahan Desa menjadi tiang utama tegaknya sentralisasi kekuasaan Orde Baru. Semua sistem partisipasi dan prakarsa yang sebelumnya  tumbuh  sebelum  Orde Baru berkuasa, secara perlahan dilumpuhkan dibawah kontrol kekuasaan. Stabilitas politik demi kelangsungan investasi ekonomi (pertumbuhan) menjadi alasan pertama bagi Orde Baru untuk mematahkan  setiap  gerak  prakarsa  yang  tumbuh dari rakyat. Paling tidak ada dua faktor yang berperan kuat dalam mendorong lahirnya kebijakan otonomi daerah berupa UU No. 22/1999. Pertama, faktor internal yang didorong oleh berbagai protes atas kebijakan politik sentralisme di masa lalu. Kedua, adalah faktor eksternal yang dipengaruhi oleh dorongan internasional terhadap kepentingan investasi terutama untuk efisiensi dari biaya investasi yang tinggi sebagai akibat korupsi dan rantai birokrasi yang panjang. Selama lima tahun pelaksanaan UU No. 22 tahun 1999, otonomi daerah telah menjadi kebutuhan politik yang penting untuk memajukan kehidupan demokrasi. Bukan hanya kenyataan bahwa  masyarakat  Indonesia  sangat  heterogen dari segi perkembangan politiknya, namun juga otonomi sudah menjadi alasan bagi tumbuhnya  dinamika  politik  yang  diharapkan  akan mendorong lahirnya prakarsa dan keadilan. Walaupun ada upaya kritis bahwa otonomi daerah tetap dipahami  sebagai  jalan  lurus  bagi eksploitasi dan investasi, namun sebagai upaya membangun prakarsa  (good will) penguasa, maka otonomi daerah dapat menjadi jalan alternatif bagi tumbuhnya harapan bagi kemajuan daerah.maka dengan demikian sudah  saatnya  Pemerintahan  diuji kesungguhannya  untuk menjalankan  amanat  politik rakyat, termasuk komitmennya mengenai pelaksanaan  desentralisasi  yang diwarnai  dengan tarik ulur kepentingan pusat dan daerah harus segera digantikan dengan penciptaan sistem Pemerintahan di tingkat lokal yang demokratis. 
Sehubungan dengan itu, maka diperlukan upaya yang sistematis untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan desentralisasi yang berlangsung selama ini. Dibutuhkan  indikator  desentralisasi  yang membuka ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas politik di tingkat lokal (political equality),yang  mengedepankan pelayanan kepada kepentingan publik (local accountability), dan meningkatkan akselerasi pembangunan  sosial ekonomi  yang  berbasis pada kebutuhan masyarakat setempat (local responsibility). Selain harus tercermin dalam produk kebijakan, indikator-indikator itu juga harus terimplementasi dalam praktek desentralisasi yang dijalankan oleh Pemerintahan lokal.sedangkan ditinjau dari segi implikasi dari otonomi itu sendiri dapat dilihat dari berbagai aspek antara lain
a.       Bidang politik
kebijaksanaan otonomi daerah yang baru membawa implikasi yang luas diantaranya terhadap pembinaan birokrasi di daerah, sekalipun  segala sesuatu yang menyangkut masalah kepegawaian masih tetap menggunakan peraturan perundangan yang sudah ada, yaitu Undang-Undang Pokok Kepegawaian dan hal ini adalah implikasi dari kewenagan atau authority karena  daerah mempunyai wewenang yang luas, khususnya propinsi, kabupaten, dan kota untuk membuat perencanaan kepegawaian yang sesuai dengan kebutuhan pada waktu tertentu. Demikian pula daerah mempunyai kewenangan untuk melakukan pembinaan, pendidikan dan latihan bagi aparat penyelenggara pemerintahan
b.      Bidang ekonomi
Sektor perekonomian sangat sensitif apabila dihubungkan dengan proses otonomi daerah. Pembangunan ekonomi suatu daerah seharusnya lebih baik apabila diselenggarakan dengan konsep desentralisasi. Pembangunan ekonomi adalah suatu proses  dimana suatu masyarakat  menciptakan  suatu lingkungan yang mempengaruhi hasil-hasil indikator ekonomi seperti kenaikan kesempatan kerja. Lingkungan yang dimaksud sebagai sumber daya perencanaan meliputi lingkungan fisik, peraturan dan perilaku (La Rianda, 1989)
Dalam proses pengembangan ekonomi lokal, Pemerintah daerah bersama dengan organisasi berbasis masyarakat mendorong dan merangsang kegiatan yang dapat meningkatkan aktivitas usaha serta penciptaan lapangan pekerjaan. Dalam pelaksanaan otonomoi daerah, pembangunan ekonomi lokal (PEL) memiliki pengaruh besar terhadap suatu daerah. Hal ini tidak lain adalah untuk penguatan daya saing ekonomi lokal untuk pengembangan ekonomi daerah. Kemandirian dalam melakukan kegitan ekonomi dapat menambah pendapatan asli daerah (PAD), selain itu tingkat pemberdayaan masyarakat kecil juga dapat terlaksana. Maka dari itu  perlu adanya  tata kelola  ekonomi daerah supaya  terbentuk otonomi daerah yang baik. Di negara kita maupun di berbagai macam daerah sering  meneriakkan  prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, efisiensi, partisipasi yang tidak lain hanya menuju ke arah good governance.karena pada dasarnya  Ciri utama suatu daerah yang mampu  menjalankan otonomi daerah dapat dilihat dari kemampuan daerah untuk  membiayai  pembangunan di daerahnya dengan tingkat ketergantungan kepada Pemerintah pusat dengan proporsi yang sangat kecil. Artinya kemandirian keuangan adalah hal yang paling diutamakan dalam terwujudnya  otonomi daerah. Dengan  adanya  kemandirian tersebut, suatu daerah diharapkan mampu dalam pengumpulan PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang menjadi bagian terbesar dalam mobilisasi dana penyelenggaraan Pemerintahan daerah dan sudah sewajarnya PAD dijadikan tolak ukur dalam pelaksanaan otonomi daerah,akan tetapi jika salah dikelola maka akan terjadi sebaliknya justru hanya akan berdampak  pada kerusakan lingkungan saja dan meninggalkan kerugian bagi masyarakat di daerah itu sendiri
c.       Bidang pendidikan
Desentralisasi pendidikan  secara konseptual dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu, pertama desentralisasi kewenangan disektor pendidikan dan kedua desentralisasi pendidikan dengan fokus pada pemberian kewenangan yang lebih besar ditingkat sekolah. Konsep pertama berkaitan dengan penyelenggaraan Pemerintah dari pusat ke daerah sebagai wujud dari demokratisasi, kebijakaan yang dimaksud  lebih pada kebijakaan pendidikan dan aspek pendanaannya dari Pemerintah  pusat  ke daerah. Pada konsep kedua lebih fokus terhadap pemberian kewenangan yang lebih besar ditingkat manejemen sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikannya.akan tetapi  Adanya desentralisasi pendidikan bukan berarti Pemerintah pusat lepas tangan atau tidak mencampuri urusan pendidikan. Pemerintah pusat masih mempertahankan kewenangannya dalam dunia pendidikan yang terdapat pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2000 mengenai kewenangan Pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonomi. Kewenangan tersebut diantaranya berhubungan dengan standar kompetensi siswa serta pengaturan kurikulum nasional, standar materi pelajaran pokok, gelar akademik, biaya penyelenggaraan pendidikan, benda cagar budaya dan kalender akademik
d.      Pertahanan dan  keamanan
Sekalipun pelaksanaan otonomi daerah pada dasarnya adalah tetap menekankan kepada  kesatuan RI dalam pemberian hak dan kewajiban  daerah di dalam mengatur dan mengurus daerahnya sendiri secara mandiri dan berdiri sendidri, namun bukan berarti membentuk negara dalam negara, akan tetapi di dalam pelaksanaan otonomi daerah itu sendiri di sisi lain justru memberikan ruang dan peluang terjadinya desintegrasi yang disebaban oleh adanya keinginan-keinginan  untuk memisahkan diri dari NKRI. contohnya: GAM di Aceh, OPM di Papua. Selain itu pula dengan pelaksanaan otonomi daerah itu justru menimbulkan konflik horisontal atau vertika dalam masyarakat.
e.       Aspek sosial dan budaya
Di tinjau dari aspek sosial bahwa pelaksanaan otonomi daerah menimbulkan dampak sosial berupa GAP atau kesenjagan antara masyarakat yang berada dalam wilayah yang memiliki sumber daya alam yang cukup dengan yang berada di wilayah yang sumber daya alamnya kurang atau terbatas. Selain itu pula bahwa pelaksanaan otonomi daerah yang beradah di bawah tekanan politik berimplikasi pada meningkatnya budaya KKN.
D.    Langkah Progresif  Menjawab Tantangan Otonomi Daerah Masa Reformasi
                        Mengingat  bahwa  otonomi daerah  sebagai  langkah pemerintah yang positif  dalam  upaya mewujudkan demokratissi namun selain damapak positif  juga terdapat  dampak  negative yang harus segera direspon sejak dini maka Upaya Mengatasi  Masalah  Yang   Terjadi Dalam  Otonomi Daerah Pada Masa Reforma adalah sebagai berikut :
a.       Pemerintah pusat harus melaksanakan otonomi daerah dengan penuh keikhlasan agar daerah dapat memperoleh hak untuk mengolah sumber daya di daerah secara optimal.
b.      Bahwa tujuan  dan  semangat  yang  melandasi otonomi daerah adalah hasrat untuk menggali sendiri pendapatan daerahnya serta kewenangan untuk meningkatkan PAD masing-masing daerah menuju peningkatan kesejahteraan masing-masing daerah menuju peningkatan masyarakat daerah, oleh karena itu untuk mencegah kondisi disintesif, pemda dalam rangka otonomi daerah perlu mengembangkan strategi efesiensi dalam segala bidang.
c.       Untuk menopang pelaksanaan otonomi daerah perlu dikembangkan ekonomi kerakyatan secara sistematis, mensinergikan kegiatan lembaga/institusiriset pada PTN/PTS di daerah dengan industri kecil menengah dan tradisional.
d.      Merekomendasikan kepada pemerintah untuk memperbaiki dasar-dasar ekonomi yang sudah  rapuh, dengan  mengembangkan usaha kecil/menengah dan koperasi menjadi lebih produktif serta berupaya terus untuk memberantas kemiskinan structural.
e.       Memanfaatkan dan  mengelola  sumber daya alam dengan  baik supaya sumber kekayaan yang tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal dan secara lestari.
f.       Mendorong  desentralisasi  pembangunan daerah, mendayagunakan  lembaga di daerah khususnya DPRD untuk memiliki wewenang dan kemandirian dalam membuat produk hukum pembangunan di daerah. Ketentuan-ketentuan yang menyangkut perizinan, pengelolaan, pendayagunaan dan lain sebagainya yang berkaitan dengan masalah pembangunan yang di rumuskan oleh DPRD dan pemerintah daerah.

Otonomi  daerah adalah suatu keadaan yang memungkinkan daerah dapat mengaktualisasikan segala potensi terbaik yang dimilikinya secara optimal. Pemberian otonomi daerah adalah mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui  peningkatan  pelayanan, pemberdayaan dan peran masyarakat serta peningkatan  daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara  Kesatuan  Republik Indonesia, sehingga pada hakikatnya tujuan otonomi daerah adalah untuk memberdayakan daerah dan mensejahterakan rakyat.
Implementasi  otonomi  daerah  telah  memasuki era baru setelah Pemerintah dan DPR sepakat untuk mengesahkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara  Pemerintah  Pusat  dan Daerah. Sejalan  dengan  diberlakukannya undang-undang otonomi tersebut memberikan kewenangan penyelenggaraan Pemerintah daerah yang lebih luas. Hal ini dapat terlihat dari beberapa aspek, diantaranya  adalah  aspek politik, ekonomi dan pendidikan. Dalam Desentralisasi politik adanya sebuah birokrasi yang muncul, dalam pendidikan otonomi daerah menempatkan sekolah sebagai garis depan dalam berperilaku untuk mengelola pendidikan. Desentralisasi  juga memberikan apresiasi terhadap  perbedaan  kemampuan dan  keberanekaragaman kondisi daerah dan rakyatnya. Dalam bidang ekonomi  diharapkan munculnya  kemandirian dalam mengelola keuangan daerah
Sumber litaratur
Kartika.2014. Perkembangan  Otonomi Daerah di Indonesia.http//detik.com.diakses 9 maret 2014

Salam, D. (2004). Otonomi Daerah, Dalam Perspektif Lingkungan, Nilai dan Sumber Daya. Bandung: Djambatan.

Undang-Undang  Nomor  22  Tahun  1999  Tentang  Pemerintahan Daerah.
            Undang-Undang  Nomor  32  Tahun  2004  Tentang  Pemerintahan  Daerah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar